Bisakah Sarjana Hukum Islam Mengajar?
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Seorang dengan gelar akademis Sarjana Hukum Islam (SHI) dan punya aktivitas mengajar itu adalah hal yang luar biasa.
Tempo hari ada teman yang bingung, apakah ambil kesempatan mengajar Sejarah Islam di sebuah Madrasah Aliyah ataukah tetap ikut taklim Kiai di dekat rumahnya. Tanpa ragu, saya dorong dia ambil kesempatan emas tersebut. Kalau masalah taklim, bisa ke Kiai lainnya. Saya pikir di kota besar seperti Surabaya masih banyak Kiai.
Bagi saya pribadi, seorang dengan gelar akademis Sarjana Hukum Islam (SHI) dan punya aktivitas mengajar itu adalah hal yang luar biasa. Apalagi dipercaya mengajar mapel Agama di lembaga pendidikan Islam. Ini sama saja dia mampu bersaing dengan sarjana dari Jurusan Pendidikan agama Islam/PAI yang telah dibekali Bimtek, Akta 4 dan aneka metode pembelajaran.
Mampukah seseorang bergelar SHI mengajar? Saya jawab bisa! Alasannya: pertama, di negeri ini tidak ada Undang-Undang yang melarang seorang sarjana SHI mengajar di lembaga pendidikan formal. Kedua, sudah ada lima teman satu almamater di UIN Malang yang menjadi guru atau tenaga edukatif. Dari level diniyah, Ibtidaiyah, Tsanwiyah hingga Madrasah Aliyah. Mata pelajaran (Mapel) yang diamanahkan kepada para sarjana SHI itu tidak hanya mapel agama tetapi juga mapel Pendidikan kewarganegaraan (PKn), Teknik Informatika, Ekonomi Syariah dan Bahasa Inggris.
Keluasan ilmu Agama para sarjana SHI juga amat dalam ketimbang seorang Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I). Ambil contoh di Fakultas Syariah UIN Malang, para calon sarjana hukum Islam itu diajari aneka mata kuliah diantaranya: Ilmu fiqh, Ushul Fiqh, Qowaid fiqhiyah, Ilmu Falak, Ilmu Kalam/teologi Islam, Tarikh Tasyri', Psikologi Keluarga dalam Islam, Filsafat Hukum Islam, Fiqh Mawaris, Perwakafan, Pemikiran Modern dalam Hukum Islam, membaca Kitab turats (Qiroatul kutub) hingga mata kuliah Haji dn Zakat.
Sekarang ini ada sahabatku yang berencana melanjutkan S2 di Prodi Manejemen Pendidikan Islam, Pascasarjana UIN Malang. Pengalaman mengajarnya sudah lebih dari 4 tahun di level sekolah dasar (SD). Dia sedang mencari 3 doktor atau 2 orang Profesor supaya memberi rekomendasi beasiswa S2. Saat bersilaturahmi ke rumahnya, dia mantap berkarir di dunia pendidikan daripada dunia Hukum maupun berkarir di lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA). Sewaktu saya ajak mendaftar tes CPNS di kuartal kedua tahun 2014 pun dia tidak berminat.
Sesekali pernah saya main-main ke lembaga dimana mereka mengajar. Saya amati mereka cukup militan dan telaten dalam mengajar. Itu semua dikarenakan jiwa mengajar mereka terasah dari mengajar TPQ, Madrasah diniyah hingga kesenian Terbangan dan Gambusan. Selain itu mereka tidak rigid dalam proses belajar mengajar. Maksudnya tidak terikat dengan hal-hal administratif seperti mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kalau menyibukkan diri dengan RPP, bisa-bisa penanaman karakter pada anak didik jadi tidak maksimal di kelas.
Jujur saja, saya amat mengapresiasi pilihan hidup mereka. Setidaknya keberadaan mereka ini bisa mewarnai dunia pendidikan Islam khususnya di lembaga pendidikan swasta. Jangan melihat berapa besar gaji, yang terpenting jika diberi amanah "mengajar" jalanilah dengan sebaik mungkin. Sebelum menutup tulisan ini, Sadarilah bahwa di luar sana tidak banyak orang yang mendapat kesempatan "mengajar". Wallahu’allam bishowwab.

Alumnus MI Khadijah kota Malang
0 Pengikut

Sikap Legowo dalam Politik
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Suasana Kerja di Lembaga Pendidikan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler